0

diLeMa

sedangkan dirinya belum siap, tapi hatinya sudah meronta?
ah, kenapa jadi besar pasak dari pada tiang begini, seharusnya kan balance.
tapi, ada yang mulai hati nya minta sedangkan hati itu sendiri saja belum terlalu baik untuk di katakan pantas. Aah..ternyata memang belum siap!, nah ketemu sekarang jawabannya. dari dulu seperti seorang musafir yang banyak bawa bekal di dalam kantung sarungnya yang bergumpal, tapi kini ternyata ia menyadari, hatinya masih banyak yang harus di tambal, dan bekal itu belum cukup untuk perjalanannya yang bakal panjang. seperti orang tak berakal sampai ia memikirkan hal itu, dari mana ia dapat mencapai bukit yang ingin di dakinya, ia buntu saja dan mondar-mandir di depan kaca, wajahnya kusut, tapi senyumnya terukir lembut saat ia menyadari yang di lakukannya ini adalah hal bodoh. diam dan begini saja tak akan membuat aku bisa menancapkan bendera kemenangan di puncak yang ingin ku genggam, tapi, otaknya yang di jadikannya salah satu bekal pun tak dapat menjangaku bagaimana nanti karena itu terlalu misterius, ooh..kenapa fikiran ini ada?, seketika pertanyaan bodoh ini keluar begitu saja dari hatinya, seolah ia menolak takdir bahwa ia harus belajar. tapi begitulah, ia seakan menantang dan sebaiknya yang ia rasakan ini tak ada. tapi, dibalik itu, ada senyumannya yang juga misterius, sama seperti nasibnya yang bagai fatamorgana, ia menikmati kerikil-kerikil ini, walaupun itu adalah suatu tanda bahwa ia tak tau apa-apa tentang hari esoknya, tapi hatinya merasakan sebuah pergolakan yang nikmat, mendebarkan, menyesakkan, tapi gila, ia gila, ia menikmati ini seperti bermain dengan hujan yang berkilat kilat, atau seperti permainan tornado yang mengguncang perutnya tapi tak jera-jera..ooh..gila memang anak keturunan pedalaman ini, sudah buta matanya karena jiwanya meledak-ledak seperti mercon. tapi ini bukan saatnya mengeluh, katanya dalam hati, ini saatnya bertindak dan menambah apa yang harus di tambah, dan menambal lubang angin yang membuat ban hatinya kempes tak bergelinding, uuh..ia suka menantang tapi tak tau akibatnya apa, besar kah kecilkah?, ia mau menerjang, tapi ia tak tau akan terjun ke jurang, atau aaah..ia penasaran dengan hidupnya nanti, saat pilihan-pilihan yang tak ada nyali sebenarnya jika akan ia tembus hari ini mengelabat, menyapa, menghembus di rongga-rongga harinya yang kini tak mungkin kembali..apakah ini makna kedewasaan?, sudah saatnya ujian terbesarnya muncul, inikah?, saat inikah?, aaah hatinya masih tak bernyali, tapi berteriak-teriak ingin melawan, aah..lagi-lagi ia tersenyum, yaa kelakuan zat-zat yang ada di dirinya yang membuat ia seperti itu, ia merasa menonton dirinya berlari di bawah hujan, sendiri, dan tak tau pulang, tak tau mau kemana, tapi ia bebas..bebas..bebas...ia ingin menembus ketidakberdayaan yang kini ia rasakan. banyak orang yang keluar dari dirinya, menerjang kaca-kaca belenggu, pecah menyeruak kulit-kulit periiih..tapi di sana, di luar sana, ia menemukan dirinya..bertelanjang kaki berjalan di atas awan kebebasan...dengan bingkai yang sangat apik..bingkai itu bernama..

0 menurut yang baca...:

Back to Top