0

Untuk Usia 24 ku

Persembahan usia 23 yang terserak, untuk usia 24 dengan mengumpulkan kepingan-kepingan hingga menjadi satu dan sesuatu…


Pada detik langkah 23 tersapu tak kembali, menembus batas langkah ke 24 yang penuh dengan jutaan mimpi…


--sebuah tulisan semata, yang mengungkap runutan rel jantungku berdetak-detak…--


Bukan bahasa biasa yang dapat ku tulis untuk mengungkap tentang hidupku, padahal aku hanyalah manusia biasa, yang saat ini sedang tertatih, merajut asa dan mimpi yang muluk, melawan getirnya suara-suara palsu, ah, tapi aku ingin terus merajut dan menyadari bahwa aku harus menjadi sesuatu.


Untuk membuka satu persatu cerita rasanya tak pantas jika ku kupas bilas sampai kering, tanganku kan luka, hatiku kan rapuh, aku tak sanggup melukisnya. Ku sadari aku nista, hal yang realita dan menakutkan, terjadi padaku, pernyataan yang tak mau ku masukan ke dalam otaku, ah, nista nya diri ini, hina tak berupa, hancur tak bersisa, ah. Telah ku palingkan wajahku dari itu, karena aku ingin melenyapkannya, aku ingin benar-benar di sambut dengan senyuman, tak akan ku katakan semoga, aku tak mau menodai suara ini dengan kepalsuan, aku ingin membuktikannya. Dan itu akan ku torehkan di dinding hati, ku gores dengan beling kaca yang ku pecah, biarlah, aku belajar untuk luka, sakit, perih, aku tau aku adalah ksatria untuk diriku sendiri, begitupun orang lain terhadap dirinya, aku ingin merasakan getirnya menahan kepalsuan, aku ingin hati ku tau, dari rasa pahit itu, aku kan menuai kata terima kasih dari hatiku sendiri.


Untuk menjadi sebuah cahaya di dalam bongkahan kaca, menahan kerapuhannya, mengelapnya dari embun-embun yang mengaburkan, menyanggahnya dengan besi-besi kokoh, ah, nistanya aku bermimpi untuk menjadi lentera di sebuah bahtera kecil bertuan. Tapi aku adalah bagian dari dinding-dindingnya yang berusia menjelang dewasa tingkat tinggi. Aku ingin menjadi salah satu cahaya yang dapat menerangi lorongnya yang masih butuh penerang, aku ingin menjadi lantai-lantai yang dingin untuk di pijak, menjadi lembar-lembar atap yang menaungi, aku ingin bernafas di sini, dan aku sedang belajar untuk itu. Belajar untuk menjadi sesuatu yang berguna. Di dalamnya.


Di sana, ku temukan sebuah mata, yang mencari kebenaran, yang menunggu datangnya hujan di hatinya yang kemarau, yang besar oleh waktu, yang menanti waktu setiap detik terus berganti, membawanya ke arah yang benar, yang sedang takut karena badai kan menyapunya tiba-tiba. Aku ingin terus memeluknya erat, seperti ku dekap nadiku sendiri, hanya Tuhan yang mampu membuka jemari besiku. Saat lirih suaranya menahan tangis, sungguh hatiku telah menangis didepannya, di saat kebahagian memeluknya, sungguh bahagia masih ku rasa hingga kini. Dirinya menyilaukanku, tapi ku amat memimpikannya menjadi sesuatu. Ya, dia adalah perjuanganku, ladang cintaku, emas permataku. Dia adalah mimpi, nanti, setelah ini, tak hanya sekedar mimpi, tapi nyata, tak bertepi…


Untuk sebuah hati.
Yang ku taruh warna hijau muda di dalamnya. Ku dapati dirinya di dalam sebuah keterasingan, namun seperti daun yang tak pernah jauh dari pohonnya, terpisah, tapi terasa menyatu satu-satu. Ku beri ia ruang khusus bernama ‘cinta’, yang ku taburi petikan mawar putih dan jasmine..wanginya semerbak menyeruak rongga-rongga dada, jutaan rasa menyergapku di kala suaranya hadir seperti bedug masjid yang memanggil adzan, gemeretak, berdetak, berdegup, tapi gugup..ah..Cinta..datanglah sesegera mungkin. Biar kau ketuk hatiku, kan ku buka dengan segala keikhlasan yang sudah ku selami, kan kita bangun sebuah ‘istana’ yang bertaman bunga tulip dan melati, akan ku rajut sebuah kain menjadi selimut kasih sayang, kan kau bawa di dalam setiap malam-malammu…semua ini bagai awan berarak pelan, mengalir lurus mengikuti anginnya, semula dari tak tau menjadi tau, dari tak kenal menjadi kenal, dari dua menjadi satu, dan nanti tak hanya ada aku, namun nanti menjadi Kita. Kini, sementara awan itu masih mengarak pelan di permadaninya, sedang ku tabung pundi-pundi langkah yang akan ku bagi denganmu, sedang ku nyalakan cahaya-cahaya yang meredup agar cahaya mu tak pernah kurang, akan ku bawa diriku sebagai bagian dirimu..ya, sekarang aku sedang belajar..belajar untuk menjadi sesuatu untukmu.

Sekaki namun tak sejalan, aku di adakan di sebuah kasta yang indah, yang membuatku buta juga sadar, tapi aku telah terjerat dan aku terjatuh di dalamnya, aku jatuh hati. Kasta itu bermuara dengan bahasa ‘pendidikan’. Berat memang ternyata menjadi bagian dari itu, harus penuh dengan idealisme dan paradigma, penyatuan isi kepala menjadi satu kata “sama”, ah sungguh berat. Aku harus menghadapi warna-warni perbedaan, pertentangan dan aku harus menyelesaikannya dengan bijak tak memihak, oh itu sungguh godaan, sementara jiwa muda ku masih terus meronta untuk di pilih, di samping aku juga harus menjaga dan memelihara sesuatu, oh cobaan itu, berat memang, amat berat. Tapi, kasta ini meminta ku untuk memilih kedewasaan bukan hanya tua. Aku di didik untuk menjadi sesuatu, bukan mengikuti sesuatu, itu ku sadar penuh. Namun ternyata itu tak cukup, aku harus tetap belajar, belajar menjadi.

Terus dan terus belajar untuk menjadi sesuatu…

Sampai aku dinyatakan sampai, oleh waktu.


[dayang-5jan10]

Di tulis dalam beberapa hari, di kumpulkan bagai puzzle hati yang terserak, akhirnya rampung juga, guratan hijau muda yang ku senangi, warna abu yang memendung di langit hati, warna pelangi yang berpendaran berganti-ganti, muncul mengarak di rel usia ku yang tak lagi muda, tulisan ini ku persembahkan untuk berbagai pilihan yang ku jatuhkan, di hari saat usia ku berlari menuju angka 24, menerawang masa depan, meniti masa kini, jatuh tersungkur, hati berbatu-batu, jiwa berlumur lara, namun senyum tetap terukir, tawa tetap membahana, hati memiliki rahasia…dan aku tau, aku tak lagi muda…akan tetap ku rajut kain-kain cinta menjadi penghangat hati, tetap ku toreh langit hati dengan kuas mimpi, aku ingin membuka pintu yang tak pernah ku buka, melukis langit, terbang bersama awan, menyapa dahan yang bergoyang, kembali, kembali naik tangga..untuk naik kelas, untuk dewasa, untuk lebih baik…dan aku harus terus belajar..belajar menjadi seperti apa yang ku mimpikan…supaya ia tak hanya bertebaran hampa di langit-langit nyawa ku, tapi berujud indah, seperti puisi sastra yang dapat terbaca, menginspirasi..menggugah..dan I always wanna be..


[sebuah tulisan untuk 21 Januari 2010, angka 24 bermula...]


0 menurut yang baca...:

Back to Top